Timnas Indonesia U-23 di gelaran SEA Games ke-28 di singapura masih terus di bahas di masyarakat luas dan di dunia maya terutama di situs Jejaring Sosial. Karena masyarakat indonesia yang umumnya menggilai sepakbola terus berharap iku merasakan euforia mengangkat trofi yanv sekiranya bergengsi meski hanya di level Asia Tenggara.
Namun harapan masyarakat kembali sirna dan merasakan kecewa kembali setelah mereka merasa yakin dengan skuad saat itu. Timnas U-23 yang kebanyakan di isi oleh anggota winning team AFF U-19 gagal mewujudkan Harapan masyarakat Merah Putih. The Rissing Star Evan Dimas, Hansamuyama, Paulo Sitanggang, Manahati Lestusen, Adam Malik dan rekan rekan harus di hajar babak belur oleh myanmar di penyisihan group dan berhasil bangkit kemudian memastikan lolos ke semi final bertemu Thailand setelah menyingkirkan tuan rumah singapura.
Dengan bekal kepercayaan diri bisa bangkit hingga ke semifinal, dukungan suporter berpihak karena trend positif timnas sedang meningkat meskipun sebenarnya tidak merasa yakin 100% karena berhadapan dengan Thailand. Namun suporter tetap merasa yakin karena timnas gajah putih masih bisa di redam pasukan garuda di level tingkat umur beberapa tahun yang lalu.
Tapi pesimistis masyarakat benar benar terjadi. Thailand seperti bukan lawan yang sepadan buat timnas garuda. Mereka mengamati gaya permainan di menit menit awal dengan hanya bertahan di area permaina mereka. Namun setelah 15 menit kemudian mereka terus menyerang hingga pertandingan selesai dan membuat timnas garuda keteteran dengan serangan ang benar benar rapih dan terorganisir. Meskipun timnas sempat bangkit dan memberikan tekanan namun secara keseluruhan timnas di buat tidak berkutik dengan lesakan 5 gol yang masyarakat juga bisa Menyimpulkan gol yang berkelas dan benar benar rapih. Sehingga berkesimpulan tim garuda beda kelas dan level dengan timnas gajah putih.
Melupakan kekalahan di semi final dan medali emas pun tak akan diraih. Asa membawa pulang perunggu di pertandingan terakhirpun kontra vietnam kembali pupus. Vietnam yang di huni timnas AFF-U19 berharap bisa di kalahkan kembali setelah tim garuda pernah berhadapan di final AFF 2012 dan menang. Namun masyarakat kembali di buat kecewa dan gigit jari dengan kembali di hancurkan dan perunggu pun melayan ke tangan vietnam. Kembali masyarakat mengulang kata bukan kelas dan level, selain berargumen karena tidak terbiasa di lapangan rumput sintetis.
Jika berbicara kita bukan kelas dan level, lalu dimana kelas kita? Dimana level kita? Bukankah mereka masih sekelas U-23 juga? Bukankah mereka juga selevel kita juga level Asia Tenggara?
Mungkin permasalahannya bukan di kelas dan level, masalahnya adalah kualitas pembinaan timnas. Negara negara tetangga bukan tidak mungkin mencontoh sepak bola kita beberapa tahun lalu saat sepak bola kita masih di anggap menjadi macan asia oleh negara tetangga. Liga yang lebih di taburi pemain bintang piala dunia tanpa ada kepentingan politik dan golongan. Mereka meniru mungkin saja karena waktu lalu sepak bola kita masih di atas myanmar, kamboja, brunei darussalam bahkan malaysia mampu dengan mudah kita singkirkan di AFF medio 90-an.
Kita sekarang bisa menyaksikan negara negara tersebut mampu menjungkalkan Timnas kita dengan mudah saat ini. Itu merupakan hasil dari mereka berbenah dan memperbaiki persepak bolaannya dengan serius.
Apakah negara ini tidak serius? Justru kita lebih serius karena kita belum mampu membawa pulang piala AFF di level senior yang merupakan tonggak dan barometer keberhasilan sepak bola kita di level Asia tenggara.
Bibit bibit muda di Danone Nation Cup, Piala suratin dan ajang sepak bola bagi bibit muda di galakan dan benar benar menggembirakan. Namun setelah mereka beranjak dewasa dan di harapkan membawa timnas meraih prestasi seperti hilang di telan bumi. Atau kita yang tidak tahu kemana mereka yang berprestasi itu.
Mungkin kita sebagai penikmat sepak bola hanya mampu mengharap dan berbicara saja. Namun bukan pekerjaan yang mudah untuk membentuk timnas yang bagus tanpa intervensi tentunya. Butuh pengelolaan sejak dini dan tidak hanya jalan di tempat dan cepat puas dengan prestasi apapun. Karena keberhasilan timnas senior memang dari keberhasilan usia remaja. Dan tanpa campur tangan lain selain sepak bola.
Kita hanya bisa berkomentar memang, hanya bisa kecewa karena kita menaruh harapan besar agar Timnas bisa mengangkat tropi di SEA Games tahun ini dan membawa pulang medali emas ke negara tercinta ini. Mungkin karena mereka yang mempunyai kepentingan lain dalam sepak bola kita. Timnas merupakan ladang subur untuk berbisnis, sayangnya mereka mengesampingkan qualitas dari timnas, liga ataupun hal lain dalam sepak bola kita.
Apapun yang terjadi saya dan mungkin kita semua hanya bisa berharap dan tak akan pernah berhenti mendukung Timnas Negara Indonesia tercinta. Karena kita masih Rakyat Indonesia. Mari dukung dalam situasi kalah ataupun menang, karena timnas pun butuh dukungan suporter untuk mengangkat moral bertanding mereka, meskipun itu teriakan kekecewaan.
Ayo timnas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar